WahanaNews.ID | Kementerian ESDM mendukung adanya kolaborasi untuk memastikan kemitraan yang inovatif, pembiayaan yang berkelanjutan dan inklusif serta akses ke teknologi yang diperlukan dan efektif dalam rangka mempercepat transisi energi, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Hal tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat membuka acara 41st Senior Officials Meeting on Energy ASEAN (41st ASEAN SOME) di Sekretariat ASEAN Jakarta, Senin (19/06/23).
Baca Juga:
Indonesia Saat Ini Sedang Kembangkan Teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon
Menurut Arifin, kolaborasi perlu diperkuat tak hanya antarnegara anggota ASEAN tetapi juga dengan organisasi internasional dan pemangku kepentingan.
"Lanskap energi global didesak untuk bertransisi secara berkelanjutan dari ekonomi berbasis fosil menuju ekonomi rendah karbon, dengan cara yang inklusif dan adil sembari mempertimbangkan keadaan, kemampuan, dan prioritas nasional," ujar Arifin dikutip dari siaran pers.
Saat ini, keamanan energi sama pentingnya dengan transisi energi. Oleh karena itu, Arifin mengatakan pada Keketuaan ASEAN 2023, Indonesia menyampaikan pentingnya ketahanan energi berkelanjutan, melalui interkonektivitas di ASEAN sebagai kawasan epicentrum of growth.
Baca Juga:
PLN Kerja Sama dengan Perusahaan Korea Siapkan Implementasi Teknologi CCUS di PLTU
Pada kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa platform pipa gas trans-ASEAN (Trans-ASEAN Gas Pipeline/TAGP) dan jaringan listrik ASEAN akan mempercepat transisi energi bersih dan meningkatkan ketahanan energi. Selain itu, mineral kritis juga dibutuhkan untuk mendukung transisi energi.
Kementerian ESDM menginformasikan mineral kritis atau critical raw materials ialah mineral yang dapat digunakan untuk inovasi teknologi berbasis energi bersih dan terbarukan. Adapun permintaan global akan mineral kritis untuk mengembangkan teknologi energi bersih meningkat secara signifikan.
Kementerian ESDM melansir data dari International Energy Agency (IEA) yang menyatakan bahwa mobil listrik membutuhkan input mineral enam kali lipat dari mobil konvensional. Sedangkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) membutuhkan sumber daya mineral 13 kali lebih banyak daripada pembangkit listrik berbahan bakar gas berukuran serupa.
"Beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam dikaruniai sumber daya mineral dalam jumlah besar antara lain nikel, timah, bauksit, dan logam tanah jarang sehingga ASEAN dapat memainkan peran besar dalam rantai pasokan mineral kritis global," kata Arifin.
Ia mengatakan perlunya mengembangkan unit pengolahan dan pemurnian mineral serta manufaktur untuk industri berbasis mineral, terutama untuk teknologi energi bersih.
Ia menyebut Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia merupakan pemain kunci dalam industri manufaktur energi terbarukan seperti industri baterai solar PV dan kendaraan listrik.
"KTT ASEAN 2023 menyepakati penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dekarbonisasi sektor transportasi darat di kawasan guna mencapai net zero emission (NZE)," ungkapnya.
Ia menyatakan negara-negara ASEAN berkomitmen untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik regional dengan melibatkan seluruh negara anggota ASEAN meningkatkan industri kendaraan listrik, dan menjadikan ASEAN sebagai pusat produksi global.
Lebih lanjut, Arifin menuturkan teknologi ialah kunci transisi energi menuju karbon netral sehingga perlu peningkatan keberagaman teknologi. Begitu juga dengan akses dan pemanfaatan teknologi perlu dibuat menjadi lebih inklusif lalu akses kepada teknologi dan pembiayaan yang terjangkau harus dieksplorasi lebih luas.
"Negara Anggota ASEAN wajib meningkatkan teknologinya, begitu pun dengan kemampuan, kapasitas, dan keahlian untuk mendukung target transisi energi di negara kita, sekaligus target ASEAN Plan of Action of Energy Cooperation (APAEC)," ujarnya.
Di akhir sambutan, Arifin mengapresiasi kepada seluruh negara anggota ASEAN yang telah berkomitmen untuk mencapai target NZE dalam beberapa tahun ke depan. Komitmen tersebut menjadi pondasi peta jalan menuju NZE secara global.
"Road map tersebut sangat signifikan sebagai alat untuk menganalisis dan mengalokasikan dukungan yang dibutuhkan untuk masing-masing negara seperti teknologi, pembiayaan, infrastruktur, dan lainnya," ucap Arifin.
Ia mengharapkan melalui 41st ASEAN SOME, negara anggota ASEAN dapat berdiskusi lebih lanjut dan menyelesaikan isu-isu strategis terkini seperti perdagangan karbon dan dekarbonisasi industri minyak dan gas bumi (migas) melalui pengembangan teknologi carbon capture storage/carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS).
"Hal ini akan mengakselerasi bauran energi hijau dalam memastikan keamanan energi jangka panjang di regional ASEAN untuk mencapai target NZE. Selain itu, kita juga perlu merealisasikan komitmen kita untuk mencapai target nationally determined contributions (NDC) pada 2030 sesuai dengan target reduksi gas rumah kaca (GRK) pada masing-masing negara," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, selain berterima kasih kepada seluruh negara anggota ASEAN, mitra dialog, dan organisasi internasional atas dukungan dan kerja sama dalam mencapai target APAEC, Arifin juga menyambut Timor Leste sebagai anggota termuda ASEAN, khususnya pada 41st ASEAN SOME untuk mengobservasi kemajuan dan implementasi kerja sama energi di ASEAN.
"Semoga ASEAN dapat melibatkan Timor Leste lebih jauh lagi pada pertemuan dan aktivitas-aktivitas selanjutnya," kata Arifin.
Perhelatan 41st ASEAN SOME dilaksanakan pada 19-23 Juni 2023 di Jakarta. Indonesia menjadi tuan rumah sekaligus Ketua Persidangan 41st ASEAN SOME.
Dalam kegiatan tersebut, terdapat 10 anggota ASEAN, delapan mitra wicara negara, dan sejumlah organisasi internasional yang mendukung kerja sama energi ASEAN.[zbr]