WahanaNews.ID | Otoritas Singapura akan menghukum gantung dua terpidana mati kasus narkoba pekan ini, yang salah satunya seorang terpidana wanita yang akan menjadi yang pertama dieksekusi mati dalam 20 tahun terakhir.
Eksekusi mati itu dilakukan di tengah seruan kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) agar eksekusi mati dihentikan.
Baca Juga:
PLN Raih Dua Penghargaan Internasional dalam Ajang ESG Business Awards 2024 di Singapura
Seperti dilansir AFP, Selasa (25/07/23), informasi soal eksekusi mati dua terpidana narkoba oleh otoritas Singapura itu diungkapkan organisasi HAM setempat, Keadilan Kolektif Transformatif (TJC), dalam pernyataan pada Selasa (25/7) waktu setempat.
Disebut TJC bahwa seorang pria berusia 56 tahun, yang dinyatakan bersalah telah menyelundupkan 50 gram heroin, dijadwalkan akan dihukum gantung pada Rabu (26/7) besok di penjara Changi.
Kemudian seorang wanita berusia 45 tahun, yang diidentifikasi oleh TJC sebagai Saridewi Djamani, juga akan dihukum gantung pada Jumat (28/7) mendatang. Dia dijatuhi hukuman mati tahun 2018 lalu atas dakwaan menyelundupkan sekitar 30 gram heroin.
Baca Juga:
Buletin Dakwah HTI Disita Densus 88 dari Terduga Teroris Gorontalo
Jika hukuman gantung itu dilaksanakan, menurut aktivitas TJC Kokila Annamalai, terpidana wanita itu akan menjadi wanita pertama yang dieksekusi mati di Singapura sejak tahun 2004, ketika seorang penata rambut berusia 36 tahun bernama Yen May Woen dihukum gantung atas dakwaan penyelundupan narkoba.
TJC juga mengatakan bahwa kedua terpidana mati itu merupakan warga negara Singapura dan keluarga mereka telah menerima pemberitahuan yang menetapkan tanggal eksekusi mereka.
Singapura memberlakukan hukuman mati untuk tindak kejahatan tertentu, termasuk pembunuhan dan beberapa bentuk penculikan. Singapura juga memiliki beberapa undang-undang antinarkoba yang terberat di dunia, di mana menyelundupkan lebih dari 500 gram ganja dan 15 gram heroin terancam hukuman mati.