Wahananews ID | Kejaksaan Negeri Mukomuko, Provinsi Bengkulu memeriksa 40 saksi terkait dugaan korupsi berjemaah program Bantuan Pangan Non Tunai Langsung (BPNTL) Kementerian Sosial yang terjadi sejak tahun 2019 hingga 2021.
"Dugaan korupsi ini dilakukan oknum koordinator dan pendamping program BPNTL kecamatan dengan modus menaikkan harga jual pangan berakibat turunnya kualitas sembako yang diterima masyarakat," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mukomuko Rudi Iskandar, Jumat (15/4/2022)
Baca Juga:
Sambangi Warga, Pj. Penghulu Balai Jaya Berbagi Paket Sembako
Penerima BPNTL di Kabupaten Mukomuko sebanyak 3.400 penerima.
Dikatakan Rudi, koordinator dan pendamping memonopoli penjualan, mereka menentukan sendiri di mana masyarakat penerima bantuan ini harus berbelanja sembako.
Bantuan yang diduga dikorup itu bergulir sejak tahun 2019 hingga 2021. Bantuan diberikan pada penerima setiap per triwulan sebesar Rp 200 ribu per kepala keluarga dalam bentuk ATM khusus dari Kementerian Sosial, yang dibelanjakan di e-warung yang bertanda khusus.
Baca Juga:
Peringati HUT Bhayangkara ke-78, Polres Subulussalam Gelar Bakti Kesehatan dan Penanganan Stunting
Harga sembako dinaikkan Oknum pendamping dan koordinator menentukan warung lalu harga sembako dinaikkan agar para koordinator dan pendamping ini mendapatkan keuntungan dari penjualan sembako.
"Misal harga beras seharusnya dijual dengan Rp 90 ribu per karung, dinaikkan dengan harga Rp 120 ribu rupiah, termasuk harga setiap item sembako yang dibeli penerima bantuan," ujarnya.
Diduga setiap Rp 200 ribu dana yang diterima masyarakat, oknum pendamping dan koordinator mengambil keuntungan rata-rata Rp 40 ribu.
Saat ini kejaksaan masih menunggu hasil perhitungan BPKP untuk menentukan jumlah kerugian negara serta berkoordinasi dengan Kementerian Sosial (Kemensos RI).
Dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 20 Tahun 2019 pada Pasal 39 ayat (1) disebutkan pendamping sosial dilarang membentuk e-warung, menjadi pemasok barang dan menerima imbalan, baik uang atau barang, berkaitan dengan penyaluran BPNT.
Ia katakan dalam perkara ini setidaknya terdapat 7 orang berpotensi menjadi tersangka. "Saya estimasikan ada 7 calon tersangka dari kasus ini," demikian Rudi.
Terungkapnya kasus ini berawal dari keluhan warga penerima bantuan yang mengeluhkan buruknya kualitas beras yang dijual pada e- warung, akibatnya warga menjual kembali beras tersebut dengan harga yang murah. [tum]