Waha News ID I Kasus kekerasan di sekolah terjadi lagi. Kali ini sebanyak 9 siswa sekolah penerbangan di Kota Batam diduga menjadi korban kekerasan di sekolah.
Mereka diduga mengalami kekerasan fisik hingga pemenjaraan dalam sel tahanan.
Baca Juga:
Modus Mark-Up dan Laporan Fiktif Dana Desa, Oknum Kades Jadi Tersangka
Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kota Batam Abdillah mengatakan, pihaknya mendapat laporan dugaan tersebut dilakukan oleh Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Sekolah Penerbangan (SPN) Dirgantara Batam pada beberapa waktu lalu.
Dilansir dari Kompas.com, adapun pengaduan itu disampaikan oleh para orangtua dari siswa yang diduga mengalami penganiayaan di lingkungan sekolah.
Tidak hanya itu, pihaknya bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), juga langsung melakukan pengecekan ke lingkungan sekolah yang beralamat di Komplek Ruko Taman Eden, Batam Kota, Rabu (17/11/2021).
Baca Juga:
Ini Daftar Negara-negara di Dunia yang Kekurangan Pria!
"Dari hasil pengecekan yang kita lakukan, kita temukan fakta yang sesuai dengan bukti yang dibawa oleh para pelapor," kata Abdillah melalui telepon, Jumat (19/11/2021).
Abdillah mengatakan, berdasarkan kesaksian pelapor, kekerasan yang dialami berupa kekerasan fisik dan pemenjaraan dalam sel tahanan.
"Korban tidak hanya mendapat kekerasan fisik tapi juga pemenjaraan bahkan sampai berbulan-bulan," ungkapnya. Selain bentuk laporan lisan, kata Abdillah, KPPAD Batam juga menerima bukti satu video dan 15 foto yang diduga merupakan siswa SPN Dirgantara Batam yang mengalami penganiayaan di sel tahanan sekolah.
Sel tahanan itu berupa ruang sempit dengan dengan hanya beralaskan karpet biru dan 1 dipan berkasur tanpa alas.
Dalam foto dan video juga menunjukkan beberapa peserta didik yang tengah dalam kondisi diborgol dan dirantai. Adapula siswa lainnya tampak dalam foto berada di balik jeruji besi sel tahanan sekolah sambil mengenakan baju tahanan berwarna oranye.
Diduga masih ada siswa lain alami hal serupa
Abdillah juga menyebutkan, diduga masih ada siswa lain yang mengalami hal serupa dari 9 siswa yang telah diketahui.
"Kami juga menduga bahwa sebenarnya ada siswa lain yang menjadi korban. Tapi saat ini baru hanya 9 orang ini saja yang berani bersuara, mengenai kekerasan yang mereka alami di lingkungan sekolah," jelas Abdillah.
Guna menindaklanjuti tindakan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah tersebut, pihaknya saat ini telah berkoordinasi dengan Polda Kepri.
Tidak hanya itu, saat ini KPPAD Batam juga tengah menemui Gubernur Kepri guna mempertanyakan fungsi Dinas Pendidikan Kepri dalam hal pengawasan terhadap SPN Dirgantara. "Karena kasus di SPN Dirgantara ini bukan hanya sekali ini terjadi. Sudah terjadi dan dilaporkan dari tahun 2017 lalu. Namun hingga sekarang sekolah itu masih tetap ada, dengan kasus yang selalu terulang dan pelaku yang sama," jelas Abdillah.
Bantah tindakan pemenjaraan
Sementara itu, Kepala Sekolah SMK SPN Dirgantara Dunya Harun membantah tindakan pemenjaraan siswa yang terjadi di lingkungan sekolah, seperti laporan dari orang tua siswa melalui KPPAD Batam dan KPAI.
Walau demikian, pihaknya tidak memungkiri bahwa sekolah tersebut memiliki ruangan khusus, yang sebelumnya disebut sebagai penjara oleh para pelapor.
"Itu untuk membentuk karakter siswa. Ruangan itu untuk konseling. Hukuman bisa sampai 7 hari tergantung poin kesalahan siswa," kata Dunya Harun melalui telepon, Jumat (19/11/2021).
Mengenai ruangan tersebut, dijelaskannya hanya berbentuk kamar dan berfungsi memisahkan siswa yang bermasalah dengan siswa lainnya selama masa istirahat belajar.
Bagi siswa yang mendapat hukuman berada di ruangan tersebut, dimaksudkan hanya sebagai lokasi agar anak yang tengah bermasalah, dapat memikirkan, dan merenungi kesalahannya. Tidak hanya itu, pada saat proses belajar mengajar, para siswa yang akan dihukum di ruangan tersebut, tetap wajib untuk mengikuti kelas.
"Jika ada pembinaan, itu untuk memisahkan dari yang melakukan pelanggaran dan memisahkan dari rekan rekannya, agar tidak menularkan kepada temannya yang lain. Jadi semenjak PPKM kita asramakan mereka, lalu yang mendapatkan disiplin tetap belajar sebagaimana siswa lain, cuman saat istirahat dipisahkan dari teman temannya," papar Harun.
Sebut tak ada kekerasan fisik Harun juga membantah adanya dugaan kekerasan fisik yang dialami oleh siswa. Ia mengatakan bahwa tindakan yang diberikan oleh kepada siswa hanya bersifat mendidik dan mengarahkan para siswa agar disiplin dan tidak melanggar peraturan sekolah.
"Di sini ada tindakan fisik seperti squat jump, push up, itu bertujuan menguatkan fisik mereka untuk menghadapi dunia kerja serta untuk kedisiplinan siswa," terang Harun. Mengenai bukti foto yang diterima KPPAD Kota Batam dan KPAI, Harun menyampaikan siswa dirantai itu merupakan ekspresi sesaat para siswa yang tengah bercanda sehingga terekam kamera.
"Katanya ada anak didik kami yang di rantai, kami nyatakan itu tidak benar. Kalo ada itu pun di luar pengetahuan kami. Jika ada gambar atau video yang didapat itu merupakan ekspresi sesaat," kata Harun.
Terkait pembahasan kejadian dugaan penganiayaan siswa di SMK SPN Dirgantara Batam yang dibahas di Kantor Gubernur siang kemarin, Harun mengaku pihaknya tidak mendapatkan undangan tersebut. "Kami dapat informasi, tapi tidak diundang," ujar Harun. (tum)