Wahananews ID | Baru menjabat selama satu hari, Menteri Keuangan Srilangka Ali Sabry, langsung mengundurkan diri pada Selasa (5/4/2022). Krisis ekonomi kian memburuk di Sri Lanka.
"Dengan ini saya mengajukan pengunduran diri saya dari jabatan Menteri Keuangan dengan segera, Kata Sabry melalui suratnya kepada Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa, mengutip CNBC Indonesia.
Baca Juga:
Pupuk Subsidi Langka, Camat Pinangsori Sebut akan Koordinasi dengan Dinas Pertanian
Dalam surat tersebut, Sabry yang sebelumnya telah mengundurkan diri sebagai Menteri Kehakiman pada 3 April 2022, mengaku tidak memiliki niat untuk menduduki posisi lainnya dalam pemerintahan.
"Namun, untuk menjaga demokrasi parlementer dan stabilitas sistem dan tata pemerintahan konstitusional, mengingat banyaknya permintaan yang dibuat oleh komunitas bisnis, profesional, dan beberapa rekan kabinet saya, saya memutuskan untuk menerima jabatan Menteri Keuangan," katanya.
Menurutnya, jabatan sebagai Menteri Keuangan tersebut memang bersifat sementara sampai ada solusi dan keputusan lebih lanjut dari pemerintah.
Baca Juga:
Bupati Samosir : Pemerintah Berupaya Beri Solusi dan Latih Warga Buat Pupuk Organik
Seluruh menteri yang ada di kabinet pemerintahan Sri Lanka memutuskan untuk mengundurkan diri. Hal ini terjadi pasca krisis ekonomi parah yang saat ini melanda negara itu.
Dalam aksi resign massal itu, Menteri Pendidikan Dinesh Gunawardena mengatakan kepada wartawani Minggu, (3/4/2022), bahwa menteri kabinet telah menyerahkan surat pengunduran diri mereka kepada Perdana Menteri (PM) Mahinda Rajapaksa.
"Putra PM Mahinda, Namal Rajapaksa, termasuk di antara mereka yang mengundurkan diri, mencuit bahwa dia berharap itu akan membantu keputusan presiden dan PM untuk membangun stabilitas bagi rakyat dan pemerintah," tulis laporan media Inggris, BBC.
Meski seluruh anggota kabinetnya telah mengundurkan diri, PM Mahinda dan Presiden negara itu yang juga saudara laki-lakinya, Gotabaya Rajapaksa, belum memberikan sinyal untuk mundur.
Sri Lanka sendiri saat ini bergulat dengan apa yang dikatakan sebagai krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1948. Krisis yang dialami Negeri Ceylon itu sebagian disebabkan oleh kurangnya mata uang asing karena digunakan untuk membayar utang luar negeri. Akibatnya, negara itu tak memiliki uang untuk mengimpor bahan bakar.
Sementara itu, dalam situasi ini, demonstrasi masih terus terjadi. Demonstran meminta Mahinda dan Gotabaya mengundurkan diri akibat dirasa tidak mampu menangani krisis. [tum]