Wahananews ID | Badan Pemantau Dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Lembaga Aliansi Indonesia (BP2 TIPIKOR LAI), melaporkan dugaan korupsi pada Pekerjaan Pembangunan Gedung Kantor Kesbangpol TA. 2019, ke Dir Tipidkor Bareskrim Polri.
Kepada wartawan, BP2 Tipikor LAI mengatakan, proyek tersebut dikerjakan oleh CV. Maospati Giri Sentosa (CV. MGS), dengan nomor kontrak 640/931/SPJPK/Kesbangpol/X/2019, tanggal 15 Oktober 2019, senilai Rp.4.671.714.300, jangka waktu pelaksanaan 75 hari kalender. Diduga kuat sangat berpotensi menimbulkan kerugian keuangan Pemkab Bogor.
Baca Juga:
Modus TTPU Terpidana Mati Kasus Narkotika Dibeberkan Bareskrim
Kadiv Litbang BP2 Tipikor LAI, Budi Rahardjo mengatakan, berdasarkan Audit BPK Perwakilan Jabar pekerjaan Pembangunan Gedung Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) tersebut ada kekurangan volume fisik pekerjaan sebesar Rp.253.912.079 namun ditagih dan keterlambatan pekerjaannya selama 19 hari, dengan nilai denda keterlambatan sebesar Rp.80.693.300.
“Berdasarkan hasil temuan tersebut, kuat dugaan adanya persekongkolan untuk menguntungkan pihak tertentu. Pemeriksaan atas dokumen kontrak, as built drawing, back up data MC 100, analisa dokumen dan pemeriksaan fisik di lapangan yang dilakukan oleh BPK bersama PPK, PPTK, pelaksana (CV. MGS), konsultan pengawas, perencana, terdapat kekurangan volume fisik pada item pekerjaan pondasi, tie beam, kolom, balok, pasangan dinding, lantai keramik dan sebagainya sebesar Rp.253.912.079,73. Kami mendesak Dirtipidkor Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan pada pihak terkait,” tegas Budi Rahardjo.
Dugaan adanya niat jahat (mens rea) yang terindikasi merugikan Pemkab Bogor, jelas Budi, sudah memenuhi unsur.
Baca Juga:
Barang Bukti Rp221 Miliar, Bareskrim Polri Ungkap TPPU Narkotika
“Proyek tersebut diawasi oleh konsultan pengawas yang pastinya dibayar dan melaporkan segala progres pekerjaan kepada PPK dan PPTK. Adanya pekerjaan yang tidak dikerjakan namun tetap dibayar sudah merupakan indikasi adanya korupsi. Ini sangat mempengaruhi kekuatan stuktur bangunan, penyidik harus bongkar dugaan persekongkolan ini,” tegas Budi sambil menunjukan item-item pekerjaan tersebut.
Budi Rahardjo juga merasa heran, selain adanya temuan kekurangan volume fisik pada item pekerjaan, pelaksana (CV. MGS) juga terlambat melaksanakan pekerjaanya sesuai kontrak yang disepakati hingga dikenakan denda Rp.80.693.300.
“Sampai habis masa kerja, CV. MGS hanya mampu mengerjakan bobot pekerjaan 80% dan tanggal 31 Desember 2019, CV. MGS melakukan penagihan sebesar Rp. 3.737.371.440, itupun dilakukan tiga termin pada bulan yang sama. Ini perlu dilakukan pengkajian, sangat mustahil bobot dan penagihan 0% sampai 80% hanya sekitar 27 hari kalender,” terangnya.
Melihat tagihan termin pertama sampai ketiga di bulan yang sama, tegas Budi, ada ketidakwajaran penetapan bobot 80% dan keterlambatan yang hanya lebih dari 19 hari. Kami menduga CV. MGS kurang modal dan mengharapkan tagihan ketiga termin tersebut. Kuat dugaan penetapan bobot 80% dipaksakan secara administrasi. Keterlambatan 19 hari diduga menghindari besarnya denda keterlabatan untuk menguntungkan pihak tertentu.
“Mestinya PPK atau PPTK melakukan teguran kepada pelaksana jauh sebelum masa kerja berakhir, dan berani memutus kontrak, mencaikan jaminan pelaksanaan dan melakukan black list atau masukan CV. MGS ke daftar hitam LKPP. Seandainyapun sudah ada pengembalian atas kekurangan volume beberapa item pekerjaan, tidak menghilangkan adanya indikasi persekongkolan dan korupsi. Harus ada efek jera, Kita yakin Dirtipidkor Bareskrim Polri bisa mengungkap hal ini,” harap Budi Rahardjo. [tum]