Wahananews ID I Pengakuan mengejutkan datang dari orangtua (ortu) korban guru pesantren Herry Wirawan, yang menodai 12 satriwati hingga melahirkan 9 bayi.
Mereka mengungkapkan sempat ditawari sejumlah uang terkait kasus rudapaksa yang menimpa putri-putri mereka.
Baca Juga:
Soal Vonis Mati Pemerkosa 13 Santri, Komnas Perempuan Ingatkan Pemenuhan Hak Korban
Hal itu disampaikan YY (44), salah satu orangtua santriwati.
Ia mengatakan Herry terus menerus menghubungi dirinya agar menerima uang tersebut hingga kasus tersebut tidak ke jalur hukum.
Pelaku rupanya ingin damai dengan cara ingin membayar orangtua korban dengan sejumlah uang.
Baca Juga:
Herry Wirawan Akan Dieksekusi Mati, Kemenag : Pelajaran Berharga
"Si Herry itu nelpon terus sama saya, dia bilang ada uang buat saya, saya tolak, saya terus tolak," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Sabtu (11/12/2021).
Ia menjelaskan, meski dirinya sudah menolak, pelaku masih saja terus-terusan menghubunginya untuk meminta damai.
"Dia selalu nanya posisi saya di mana, saya selalu jawab posisi saya pindah-pindah, geram, untung tidak saya habisi," ucapnya.
YY kemudian menolak keinginan pelaku lalu menghubungi saudaranya yang tergabung di lembaga bantuan hukum di Garut.
Dirinya dan korban lain kemudian secara resmi melaporkan pelaku ke Polda Jabar pada tanggal 18 Mei 2021 dengan nomor laporan LBP/480/V/2021/Jawa Barat.
Kelakuan bejat pelaku diketahui sejak korban pulang ke rumah saat liburan hari raya Idul Fitri.
Selama enam bulan berlalu ternyata kasus tersebut tidak mencuat ke publik lantaran demi menjaga mental korban dan keluarga.
Hal lain dikatakan oleh AN (34), AN yang merupakan saudara kandung dari awal menginginkan kasus tersebut mencuat ke publik karena perlu dikawal.
Ia merasa takut jika kasus tersebut tidak diketahui publik, akan meringankan hukuman bagi pelaku.
"Kita ga tau, ya, kasus hukum di negeri kita ini seperti apa, saya dari dulu dari awal kasus ini minta bantuan sana sini supaya kasus ini diketahui publik," ujarnya.
Dari awal AN menginginkan yang harus diekpose oleh publik itu adalah kelakuan biadab Herry Wirawan agar jika suatu saat dia bebas, masyarakat akan tahu siapa dirinya.
"Kalo si Herry ini tidak diketahui publik, saat dia bebas nanti saya takutkan akan ada korban lagi, tapi saya berharap dia dihukum mati," ungkapnya penuh amarah.
Korban Disuruh Buat Proposal
Keterangan Reza Indragiri Amriel dan Livia Istania DF Iskandar itu berkorelasi dengan keterangan kuasa hukum santriwati korban, Yudi Kurnia.
Dia mengatakan, para santriwati korban selama berada di Pesantren Manarul Huda Antapani, tidak sepenuhnya belajar 100 persen.Para santriwati diduga dijadikan mesin uang oleh pelaku.
Setiap harinya santriwati tersebut ditugaskan oleh pelaku untuk membuat banyak proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren tersebut.
"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar.
Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal. Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres proposal galang dana," ucap Yudi di Garut, Jumat (10/12/2021).
Hal yang lebih mengherankan baginya adalah di dalam pesantren tersebut tidak ada guru perempuan, hanya pelaku seorang yang bertanggung jawab mengurusi puluhan santriwati itu.
Saat kelakuan biadab pelaku terbongkar, diketahui ada 30 santriwati yang berada di pesantren tersebut.
"Dan laki laki itu tinggal di sana mengajar di sana sendirian tanpa ada pengawasan pihak lain dan ini yang membuat dia melakukan berulang-ulang," ungkapnya.
Yudi mengatakan saat ini pihaknya tengah berjuang agar pelaku dihukum kebiri.
Hukuman kebiri bagi pelaku menurutnya masuk akal karena ada satu korban yang diketahui mengalami depresi berat.
Temuan Intelejen Semakin Menguatkan
Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana mengakui temuan tim intelejen selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan, ada dugaan Herry Wirawan melakukan penyalahgunaan dana yang berasal dari bantuan pemerintah.
"Untuk dimanfaatkan sebagai kepentingan pribadi, salah satunya menyewa apartemen, hotel, dan sebagainya.Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," ucapnya.
Asep juga meminta agar semua pihak memantau terus perkembangan perkara tersebut, dan memberikan masukan informasi yang cukup, sehingga pada masa tuntutan, hasil persidangan dapat berlangsung objektif, transparan, dan memberikan keadilan bagi masyarakat.
"Di samping nanti pertimbangan putusan berasal dari keterangan saksi dan korban, tapi juga teman-teman intelejen akan terus melakukan pendalaman-pendalaman informasi," katanya.
"Karena seperti yang saya katakan bahwa ada penyalahgunaan yayasan, maka ada dugaan tindak pidana. Nanti apakah nanti yayasannya akan dibubarkan atau seperti apa, akan kita lihat nanti pada proses penuntutan," ujarnya. (tum)