WahanaNews.ID, Jakarta - Biaya pengiriman barang ke Israel melalui laut naik dalam beberapa hari terakhir karena beberapa jalur peti kemas ditarik, sementara jalur lain mengenakan biaya tambahan.
Hal tersebut menambah tekanan pada rantai pasokan negara tersebut di tengah perang di Gaza, kata sumber pihak terkait perkapalan.
Baca Juga:
Arab Saudi Batasi Penggunaan Tanah oleh Pasukan AS Serang Houthi
Israel, yang perekonomiannya tergantung kepada perdagangan lewat laut, Oktober lalu menyatakan akan memberikan kompensasi kepada kapal-kapal yang rusak akibat perang melawan Hamas, meskipun Israel belum memastikan apakah pihaknya akan menanggung biaya pengiriman tambahan.
Militan Houthi di Yaman yang didukung Iran telah mengintensifkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah untuk menunjukkan dukungan kepada Hamas setelah militer Israel menyerang Gaza.
Beberapa perusahaan pelayaran merespons dengan mengubah rute pelayaran ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan, atau menangguhkan pelayaran melalui Laut Merah.
Baca Juga:
Berbekal Perangkat Jadul, Houthi Nekat Lawan AS yang Andalkan Jet Tempur Canggih F-35
Serangan Houthi juga menambah tekanan pada perusahaan-perusahaan yang masih menyediakan transportasi laut ke Israel.
"Houthi telah memperluas profil target mereka yang berafiliasi mulai dari bendera, kepemilikan, operator, dan manajemen, hingga distinasi Israel," kata perusahaan keamanan maritim Inggris, Ambrey, dalam sebuah catatan pada Senin.
Tarif angkutan laut ke Israel dari berbagai pelabuhan China naik menjadi lebih dari 2.300 dolar AS (Rp35,64 juta) untuk kontainer berukuran 40 kaki pada 12 Desember, dari sekitar 1.975 dolar AS (Rp30,61 juta) pada akhir November, kata platform pengangkutan global Freightos.
"Untuk kapal yang menuju Israel dari Asia, rute mengelilingi Afrika adalah jauh lebih panjang – sekitar 7.000 mil laut dan 10-14 hari dibandingkan melalui Terusan Suez. Rute ini juga memerlukan biaya bahan bakar yang lebih besar," kata CEO Freightos Zvi Schreiber.
"Sejak awal perang, tarif pelayaran dari China ke pelabuhan Israel sudah naik 46-58 persen," lanjut Schreiber.
Grup pelayaran kontainer Taiwan Evergreen Line menyatakan telah memutuskan untuk sementara berhenti menerima kargo Israel.
Pada Sabtu, kelompok kontainer OOCL yang berkantor pusat di Hong Kong mengatakan bahwa "karena masalah operasional," mereka akan berhenti menerima kargo ke dan dari Israel sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Perusahaan-perusahaan lain seperti A.P. Moller-Maersk dari Denmark menyatakan akan mengenakan "biaya tambahan risiko darurat" untuk semua kargo yang diturunkan di terminal Israel.
Perusahaan kontainer Israel, Zim, mengaku ancaman yang terus meningkat telah melambungkan biaya tambahan yang lebih tinggi yang harus ditanggung kapal-kapalnya termasuk tarif masuk pelabuhan-pelabuhan Israel dari Asia.
Tarif baru ini "diperlukan untuk mempertahankan tingkat layanan kami saat ini dan mencerminkan langkah-langkah yang kami ambil untuk menjamin keselamatan awak, kapal, dan kargo pelanggan kami", kata Zim pada 14 Desember.
Kapal-kapal yang masih ingin singgah di pelabuhan terbesar Israel di Ashdod di Israel selatan dan Haifa di Israel utara telah mematikan transponder pelacakannya untuk menghindari deteksi, kata sumber industri pelayaran.
"Operator kapal yang telah menelepon atau berencana menelepon, pelabuhan-pelabuhan Israel harus membatasi akses informasi. Informasi yang dipublikasikan dapat digunakan oleh Houthi," kata sebuah asosiasi pelayaran global terkemuka.
[Redaktur: Amanda Zubehor]