WahanaNews.ID | Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan menguat setelah rilis data inflasi inti Amerika Serikat (AS) pada Jumat (20/6) malam waktu setempat menunjukkan penurunan dibandingkan bukan sebelumnya.
Rupiah pada Senin pagi meningkat 47 poin atau 0,33 persen ke posisi Rp15.018 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.065 per dolar AS.
Baca Juga:
Ratusan Warga dan Pegawai Kota Yogyakarta Lakukan Aksi Donor Darah Bersama
"Rilis data inflasi Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Inti atau Core Price Consumption Expenditures (PCE) Index yang menurun membuka ekspektasi bahwa Bank Sentral AS, The Fed bisa melonggarkan kebijakan pengetatan moneternya ke depan," kata Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra dilansir Antara di Jakarta, Senin (03/07/23).
Dengan demikian, Ariston mengatakan kondisi tersebut bisa mendorong pelemahan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.
Inflasi inti AS, yang diukur dengan perubahan Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Inti menurun menjadi 4,6 persen pada Mei 2023 dibanding periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) dari 4,7 persen (yoy) pada April 2023. Indeks inflasi inti ini menjadi salah satu dasar The Fed untuk menentukan arah kebijakan.
Baca Juga:
Dinas Kesehatan Yogyakarta Gelar Aksi Donor Darah Peringati HKN ke-60
Di sisi lain, pasar masih mewaspadai isu pelambatan ekonomi global dimana perlambatan sudah terjadi di Eropa dan China.
Data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur China yang akan dirilis sebentar lagi akan memberikan petunjuk ke pelaku pasar. Kekhawatiran ini bisa mendorong pelaku pasar kembali masuk ke aset aman.
Menurut dia, pasar juga masih berekspektasi bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada rapat bulan Juli ini, sehingga perkembangan terbaru data AS yang positif bisa memperkuat ekspektasi tersebut dan bisa mendorong penguatan dolar AS kembali.