Tak hanya kegiatan kegunungapian, Daryono menyatakan gempa swarm dapat terjadi di daerah non vulkanik, atau daerah dengan aktivitas tektonik murni.
Swarm dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh dan mudah mengalami retakan, tambahnya.
Baca Juga:
Sambut Masa Tenang Pilkada Jakarta, KPU Jakbar Gelar Panggung Hiburan Rakyat
"Terkait fenomena swarm yang mengguncang Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya ada dugaan jenis swarm tersebut berkaitan dengan fenomena tektonik (tectonic swarm), karena zona ini cukup kompleks berdekatan dengan jalur Sesar Merapi Merbabu, Sesar Rawa Pening dan Sesar Ungaran," kata Daryono kembali.
Gempa swarm yang terjadi di Banyubiru, Ambarawa, Salatiga, dan sekitarnya ini bukanlah yang pertama kali. Fenomena ini pernah terjadi di Klangon, Madiun pada Juni 2015, Jailolo, Halmahera Barat pada Desember 2015, dan Mamasa, Sulawesi Barat pada November 2018.
Daryono juga menyoroti bahwa sebetulnya gempa swarm ini tidak membahayakan. Walaupun demikian, rumah dengan struktur bangunan yang lemah dapat mengalami kerusakan akibat gempa swarm ini.
Baca Juga:
Sekjen GEKIRA Partai Gerindra: Pemilukada Damai Bukti Rakyat Cerdas
Gempa bumi berkekuatan magnitudo 3 mengguncang Kota Salatiga, Jawa Tengah, pada pukul 00.32 WIB, Sabtu (23/10). Guncangan ini terasa hingga Ambarawa dan sekitarnya. [nik]