WahanaNews.ID - Fenomena perubahan iklim telah memberikan dampak buruk terhadap lingkungan, yang kemudian berdampak terhadap ketahanan pasokan air yang berpotensi menimbulkan krisis air. Oleh sebab itu, permasalahan ini harus ditanggapi dengan serius.
Pada Senin (16/10/23), Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9), forum diskusi antara pihak pemerintah dan awak media terkait berbagai isu yang dipelopori oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, menggelar talk show bertajuk "Kolaborasi Global Antisipasi Krisis Air Dampak Perubahan Iklim".
Baca Juga:
Buka Indonesia International Sustainability Forum 2024, Presiden Jokowi Sampaikan Strategi Penanganan Perubahan Iklim
Kegiatan talk show tersebut menghadirkan Director of Asia Pacific and 10th World Water Forum Yoonjin Kim, Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi, Industri dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Endra S. Atmawidjaja, dan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Indonesia (BMKG) Dwikorita Karnawati.
Director of Asia Pacific and 10th World Water Forum Yoonjin Kim menekankan, dampak perubahan iklim memicu timbulnya hal-hal buruk yang tidak dapat diprediksi.
"Perubahan iklim ini memicu krisis air yang semakin sulit untuk teratasi. Permasalahan krisis air yang terjadi meliputi ketidaktersediaan sumber air, dan pengelolaan air yang kurang memadai. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan bagaimana cara membuat pengelolaan air yang lebih berkelanjutan," tutur Yoonjin Kim.
Baca Juga:
Sumut Alami Kenaikan Suhu 0,9 Derajat, Sektor Andalan Terancam
Kemudian, dalam upaya menjawab tantangan perubahan iklim dan dampaknya pada ketersediaan air, Staf Ahli Menteri PUPR Endra S. Atmawidjaja mengatakan, Kementerian PUPR telah melakukan langkah-langkah antisipasi melalui pembangunan dan pengelolaan infrastruktur sumber daya air.
"Kami berupaya untuk menjamin ketersediaan air sepanjang tahun dengan menambah bendungan air sebagai pemasok saat musim kemarau panjang sekaligus sebagai penampung saat hujan ekstrem. Hal ini penting karena ketersediaan air merupakan prasyarat menciptakan kesejahteraan masyarakat," ujar Staf Ahli Menteri PUPR Endra.
Ia menambahkan, selain proyek pembangunan 61 bendungan baru, PUPR juga memperbaiki bendungan alami yang telah ada namun kondisinya tak kayak akibat sedimentasi dan okupansi.
Pembangunan bendungan baru dan revitalisasi bendungan alami juga dilakukan untuk menjamin ketahanan pangan khususnya di kawasan yang rawan kekeringan.
Kepala BMKG Dwikorita mengatakan perpaduan teknologi dan kearifan lokal (local wisdom) menjadi jurus ampuh mengatasi kesenjangan kapasitas dan ketangguhan sebuah negara dalam mengatasi krisis air akibat perubahan iklim.
Menurutnya World Water Forum ke-10 akan menjadi momentum kolaborasi dalam upaya menutup kesenjangan antar bangsa, untuk mengantisipasi lebih dini dampak krisis iklim dan krisis air, baik secara global, regional maupun lokal.
"Untuk mengatasi krisis air yang akan terjadi butuh keterlibatan berbagai pihak termasuk pemerintah, akademisi dan ilmuwan, pihak swasta, masyarakat dan media," tambahnya.
Director of Asia Pacific and 10th World Water Forum Yoonjin Kim menutup dengan menyerukan seluruh pihak yang terlibat dalam 10th World Water Forum untuk mengatasi krisis air dan menjamin ketersediaan air di masa yang akan datang.
Menurutnya, World Water Forum ke-10 yang akan diselenggarakan pada 18-24 Mei 2024 di Bali mendatang akan menjadi momentum kolaborasi dalam upaya menutup kesenjangan antar bangsa, untuk mengantisipasi lebih dini dampak krisis iklim dan krisis air, baik secara global, regional maupun lokal.
"Untuk mengatasi krisis air yang akan terjadi butuh keterlibatan berbagai pihak termasuk pemerintah, akademisi dan ilmuwan, pihak swasta, masyarakat dan media," tutupnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]