Wahananews ID | Badan Penelitian Aset Negara Lembaga Aliansi Indonesia (BPAN LAI) DPD Provinsi Jawa Tengah resmi melaporkan dugaan korupsi dana hibah KONI Kabupaten Kudus tahun anggaran (TA) 2018 dan 2020 kepada Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah (Jateng), Selasa (26/04/2022).
Laporan dugaan korupsi tersebut diterima oleh Ditreskrimsus Polda Jateng dengan bukti Surat Tanda Penerimaan Aduan No. STPA/306/IV/2022/Ditreskrimsus, tanggal 26 April 2022.
Baca Juga:
Sholat Isya di Masjid Fatahillah, Wali Kota Binjai Serahkan Dana Hibah
Pelaporan dengan supervisi dari DPP LAI melalui Ketua Badan Pemantau dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (BP2 Tipikor) LAI tersebut merupakan perwujudan dari Misi LAI, yaitu “mencermati, menyikapi dan mengawal pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, mengawal penggunaan APBN dan APBD … “, serta aktualisasi partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi, khususnya di wilayah Provinsi Jateng.
Ketua BPAN LAI DPD Provinsi Jateng, Yoyok Sakiran, mengatakan pihaknya memiliki data temuan dugaan korupsi di tiap Kota dan Kabupaten di Jateng, namun dia memprioritaskan untuk melaporkan dugaan korupsi di KONI Kabupaten Kudus terlebih dahulu dengan pertimbangan dugaan perbuatan melawan hukum yang berpotensi menimbulkan kerugian negara tersebut dilakukan berulang di TA 2018 dan TA 2020 dengan modus yang kurang lebih sama.
“Harus dilakukan tindakan yang diharapkan dapat menimbulkan efek jera, agar tidak terulang terus-menerus yang bisa berdampak buruk terhadap pembinaan olahraga di Kudus pada khususnya, dan dugaan perampokan uang negara yang notabene merupakan uang rakyat oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di Kabapaten Kudus,” ujar Yoyok.
Baca Juga:
Gelar Bimtek Pengelolaan Dana Hibah Pilkada, Ketua KPU Kota Bekasi Sampaikan Hal Ini
Sementara itu Ketua DPP BP2 Tipikor LAI, Agustinus P.G, menambahkan pelaporan ini juga disertai pertimbangan bahwa dana hibah, khususnya dana hibah KONI, rawan diselewengkan seperti yang diduga terjadi di KONI Padang.
“Pada dasarnya dana dari APBN dan APBD semua bidang sangat berpotensi di korupsi, namun dana-dana hibah apalagi KONI yang khusus membidangi olahraga lebih rawan, karena sifatnya yang lebih cair, berdasarkan pengajuan proposal serta melibatkan pihak baik individu maupun lembaga non pemerintahan,” jelas Agus.
Berbeda dengan proyek-proyek fisik pemerintah, di mana menurut Agus semua terukur karena memiliki standar-standar maupun spesifikasi yang jelas, rencana anggaran biaya (RAB)-nya juga jelas, melibatkan konsultan, tenaga ahli dan sebagainya, sehingga jika ada penyimpangan dalam proyek fisik baik apabila ternyata fiktif atau pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi lebih mudah mendeteksinya.
“Sedangkan dana hibah memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga kerap dijadikan buat `bancakan`, tak heran proposal permohonan hibah tidak sesuai dengan NPHDnya (nota perjanjian hibah daerah). LPJnya pun kadang molor hingga berbulan-bulan,” imbuhnya.
Kemudian tentang kenapa dilaporkannya ke Polda Jateng, Agus menjelaskan berdasarkan informasi dari berbagai media massa masih ada kasus dugaan pemotongan dana hibah KONI Kudus berdasarkan laporan masyarakat yang ditangani Kejari Kudus dari tahun 2021 lalu, namun hingga saat ini statusnya masih tahap penyelidikan.
“Kami tidak mau menambah beban Kejari Kudus lagi, jadi kami putuskan untuk melaporkan langsung ke Polda Jateng. Hibah KONI Kudus tahun 2018, 16 miliar dan tahun 2020 turun menjadi 6,5 M mungkin karena pasa PSBB pandemi Covid 19, sehingga tidak ada aktifitas. Namun kami menduga seenaknya menggunakan anggaran tersebut. Kita harus bongkar dugaan penyelewengan anggaran tersebut , ” kata dia.
Lebih lanjut Agus menambahkan, pelaporan tersebut juga bertujuan memberikan edukasi sekaligus kepada masyarakat di Jateng agar tidak diam dan pasif saja melihat berbagai penyimpangan di daerahnya masing-masing.
“Merupakan hak sekaligus kewajiban bagi setiap warga di Jawa Tengah untuk berperan aktif mencegah tindak pidana korupsi. Tidak perlu takut karena hak itu dilindungi oleh undang-undang, sedangkan mengenai teknisnya bagaimana melakukan pengawasan, mencari data, dan seterusnya semua bisa dipelajari. Kami juga tidak keberatan kok kalau diminta sharing oleh siapapun baik individu maupun organisasi khususnya yang ada di Jateng,” lanjut Agus.
Penting juga, kata Agus, agar dalam memilih pemimpin masyarakat lebih kritis dan teliti. “Jangan sampai lagi terjadi orang yang sudah pernah divonis bersalah dalam tindak pidana korupsi, masih bisa terpilih lagi menjadi Bupati. Sangat ironis,” pungkasnya.
Sedangkan mengenai temuan-temuan dugaan korupsi dana Hibah KONI Kabupaten Kudus TA 2018 dan TA 2020 yang dilaporkan tersebut diantaranya, Pengendalian atas distribusi dana hibah pada KONI Kudus yang lemah. Pada tahun 2018 dana hibah KONI dua kali pencairan, pertama Rp. 15.750.000.000,00 melalui SP2D Nomor SP2D-300002/BTL-LS/HIBAH/K.51.B/II/ 2018 tanggal 21 Febuari 2018 yang berasal dari APBD Murni dan tahap kedua sebesar Rp. 250.000.000,00 melalui SP2D Nomor SP2D-300176/BTL-LS/HIBAH/ K.51.B/XII/ 2018 tanggal 20 Desember 2018 yang berasal dari APBD Perubahan.
Pada saat pandemi tahun anggaran 2020 lalu, KONI Kudus kembali mendapatkan hibah 6,5 miliar berdasarkan NPHD No. O1/BTL/2020 tanggal 3 Februari 2020 KONI Kabupaten Kudus sebesar Rp. 6.5 miliar. Pemberian hibah KONI diberikan kepada 48 pengurus cabang olahraga sebesar Rp. 4,3 miliar, Sekretariat KONI sebesar Rp. l,242 miliar dan uang tali asih untuk atlet berprestasi nasional, daerah dan lokal sebesar Rp. 840 juta.
Faktanya, tegas Agus, penyampaian dokumen pertanggungjawaban belanja tidak didukung dengan bukti sesuai dengan kondisi yang senyatanya. “Itu uang negara, jadi penggunaannya harus bisa dipertanggungjawabkan. Sesuai isi NPHD, paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun berikutnya, penerima hibah wajib melampirakan pertanggungjawaban tersebut disertai dengan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah. Kami yakin Dittipidkor Polda Jateng mampu menangani laporan ini,” tegasnya. [tum]