Wahananews ID | Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan transaksi tidak wajar menggunakan rekening pihak lain.
Pernyataan itu merespons KPK yang menemukan pejabat eselon III di Pemprov DKI Jakarta yang mencairkan cek senilai Rp 35 miliar setelah pensiun.
Baca Juga:
Polsek Kualuh Hulu Ringkus Pengedar Sabu di SPBU Aek Kanopan
"Iya dalam beberapa analisis kami menemukan oknum ASN DKI melakukan transaksi di luar profile yang bersangkutan dan diduga terkait dengan penyalahgunaan jabatannya," ujar Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, saat dihubungi melalui pesan tertulis, Kamis (17/3/2022) melansir dari CNNIndonesia.
Ivan mengatakan temuan-temuan tersebut langsung diserahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) termasuk KPK.
Ia menyebut modus yang digunakan dalam melakukan transaksi adalah dengan menggunakan nama orang lain.
Baca Juga:
Sindikat Jual Beli Bayi di FB, Tarif Dipatok Rp45 Juta Dibongkar Polisi
"Ada beberapa kasus kami serahkan ke APH. Tentunya langsung kami komunikasikan. Modus ada beberapa yang menggunakan rekening nominee (keluarga, staf, bahkan KTP palsu). Kasus-kasus lama banyak juga," ungkap Ivan.
Dalam kegiatan Bimtek Antikorupsi Mewujudkan Keluarga Berintegritas di Balai Kota Jakarta, hari ini, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan pihaknya menerima informasi dari PPATK perihal pensiunan ASN Pemprov DKI Jakarta yang mencairkan cek senilai Rp35 miliar.
Pejabat itu, kata Alex, juga membeli rumah secara tunai senilai Rp3,5 miliar. KPK pun sempat mengklarifikasi pejabat yang tidak disebut identitasnya tersebut.
"Tapi saya tidak tahu mungkin sudah jalan Tuhan, tidak lama setelah kami klarifikasi beliau meninggal," ungkap Alex.
Meski kasus dugaan pidana dihentikan karena yang bersangkutan meninggal, KPK, lanjut Alex, tetap menindaklanjuti temuan PPATK tersebut dengan melaporkannya ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
"Karena ini pidananya kita hentikan, dalam tanda kutip, dugaan bahwa telah melakukan pidana menerima gratifikasi, kita hentikan. Kita limpahkan ke Ditjen Pajak, supaya apa, supaya atas kekayaan tadi itu bisa kena pajak, kalau enggak dilaporkan dilakukan pemeriksaan pajak," terang Alex. [tum]