WahanaNews.id | Tsunami masih jadi ancaman serius di kawasan pesisir selatan wilayah Gunungkidul. Belakangan ini, intensitas gempa bumi di pesisir selatan Gunungkidul meningkat. Pada Jumat (22/10/2021) kemarin bahkan terjadi dua kali dalam selang waktu yang tidak lama.
Padahal sepekan lalu juga ada gempa dengan pusat di pesisir selatan. Selain di laut, Jumat malam juga terjadi gempa dengan pusat di darat yaitu di Salatiga Jawa Tengah. Bahkan sejak pukul 00.00 WIB hingga 06.00 WIB sudah terjadi 5 kali gempa.
Baca Juga:
Normal Fault Kerak Bumi Picu Gempa 5,4 M di Sanana Maluku Utara
BMKG merilis terjadi gempa bumi pertama berkekuatan sekitar 5.3 SR mengguncang Malang, Jawa Timur sekitar pukul 09.21 WIB. Gempa Magnitudo 5.3 berada di kedalaman 33 kilometer dengan koordinat: 8.84 LS-112.51 BT atau 78 km Barat Daya Kabupaten Malang Jawa Timur. Gempa kedua berkekuatan 4.8 SR terjadi pukul 09:39:18 WIB dengan lokaai 9.052 LS,110.44821 BT atau 118 km Barat Daya Gunungkidul dengan kedalaman 10 Km.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, Edy Basuki mengakui pesisir selatan Pulau Jawa memang menyimpan ancaman gempa megatrust yang mampu memicu tsunami besar. Pihaknya sudah menyusun rencana kontijensi berkaitan dengan skenario
"BMKG bahkan sudah berkali-kali merilis ancaman gempa dan tsunami dan tsunami di pesisir selatan Pulau Jawa ini. Itu menjadi peringatan bagi kami," ujar dia.
Baca Juga:
Gempa Sesar Anjak Langsa Magnitudo 4.4, Guncangan Kuat di Wilayah Perbatasan Aceh-Medan
Sebenarnya mitigasi bencana sudah mereka siapkan agar mampu meminimalisir korban. Namun beberapa kendala yang harus mereka hadapi dalam proses mitigasi bencana tsunami tersebut.
Salah satunya adalah alat peringatan dini tsunami atau Early Warning System (EWS) yang terpasang di sepanjang pantai selatan Gunungkidul sudah tak berfungsi. Sejak tahun 2018 yang lalu, 7 EWS di sepanjang pantai selatan Gunungkidul rusak dihantam gelombang tinggi.
"7 EWS yang dipasang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di sepanjang pantai selatan Gunungkidul rusak," ungkap dia.
Untuk memperbaiki ataupun menggantinya dengan yang baru, BPBD Kabupaten Gunungkidul tak memiliki cukup anggaran. Pasalnya alat EWS harganya cukup mahal, 1 alat bisa mencapai Rp 1 miliar. Padahal anggaran mereka untuk penanganan bencana cukup minim.
Dengan garis pantai Gunungkidul cukup panjang karena mencapai 78,2 kilometer. Sebenarnya EWS sangat penting untuk memberi peringatan sedini mungkin akan adanya gelombang tsunami sehingga warga bisa langsung melakukan penyelamatan diri.
"Karena rusak, kini mereka hanya mengandalkan informasi dari BMKG," tambahnya.
Di mana informasi tersebut hanya mereka sebarkan melalui nomor handphone sekaligus Handy talky (HT) petugas SAR yang tersebar di pos-pos SAR terdekat. Kemudian oleh anggota SAR diteruskan ke masyarakat juga melalui WA.
Untuk peringatan dini tsunami, BPBD Gunungkidul memang mengandalkan BMKG. Karena lembaga tersebut belum lama ini memasang EWS dengan teknologi terbaru di atas Pantai Parangtritis dan Bandara YIA Kulonprogo.
EWS milik BMKG diklaim mampu mendeteksi tsunami mulai jarak 200 kilometer dari bibir pantai. EWS milik BMKG nanti akan mengolah tinggi gelombang sekaligus kecepatan tsunami sampai ke daratan sehingga warga bisa langsung mencari lokasi yang aman.
"Sementara kita andalkan EWS BMKG dulu. Karena memang tidak anggaran untuk itu," ungkap dia. [rin]