Wahananews ID | Eks Wali Kota Bekasi, Rahat Effendi alis Bang Pepen ditangkap pada operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digelar, Rabu (5/1/2022).
KPK kemudian menetapkan sembilan orang sebagai tersangka.
Baca Juga:
Sidang Kasus Suap Ade Yasin, Aliansi Indonesia Sebut Integritas KPK Dipertaruhkan
"Perlu diketahui, jumlah uang bukti kurang-lebih Rp 5,7 miliar dan sudah kita sita Rp 3 miliar berupa uang tunai dan Rp 2 miliar dalam buku tabungan," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2022).
Firli menyebut, Pepen diduga meminta uang kepada sejumlah pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan oleh Pemkot Bekasi. Firli mengatakan ada tiga pihak swasta yang diduga memberi uang ke Pepen.
KPK menyebut ada duit Rp 4 miliar yang diduga diberikan Lai Bui Min (LBM) ke orang kepercayaan Pepen.
Baca Juga:
Lai Bui Min, Penyuap Wali Kota Bekasi Dijebloskan ke Lapas Sukamiskin
Firli menyebut Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu memberikan duit Rp 3 miliar lewat Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna.
Berikutnya, Firli menyebut ada sumbangan Rp 100 juta ke salah satu masjid di bawah yayasan keluarga Pepen yang diduga diberikan Suryadi (SY) sebagai Direktur PT KBR dan PT HS.
Yang menarik adalah LBM alias Anen, diduga memiliki sepak terjang yang sangat mumpuni dalam proyek-proyek besar dilingkungan pemerintah daerah dan kementerian.
Informasi yang dihimpun wartawan dari berbagai sumber, taipan satu ini justru tidak memakai badan usaha atau perusahaannya sendiri dalam mengerjakan proyek-proyek pemerintah yang ‘jatuh ketangannya.’
Istilah dalam dunia kontaktor lajim disebut ‘pinjam perusahaan,’ alias bayar sukses fee. Pemilik perusahaan cukup dibayar dengan fee sesuai kesepaktan saat meminjam.
Walaupun sebenarnya bentuk pinjam-meminjam perusahaan seperti ini, tidak dikenal dalam peraturan pemerintah tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Sebab hal itu merupakan bentuk penipuan atau mal administrasi. Ibarat kata, yang tanda tangan siapa, yang menang perusahaan siapa, yang kerja siapa dan yang dapat untung siap.
Seringkali praktik ini dibungkus agar seolah-olah menjadi legal dan sah secara hukum dengan membuat perjanjian perdata, berbentuk akta notaris penunjukan kuasa pelaksanaan pekerjaan.
Dalam akta itu, direktur perusahaan atau si yang punya membuat frasa kata-kata “memberikan kuasa penuh” kepada si pemakai dalam melaksanakan pekerjaan proyek, termasuk dalam hal pengurusan tagihan keuangan.
Dalam hal ini, KPA dan PPK apalagi kontraktor sudah masuk dalam lingkup “rekanan binaan” pastilah TST alias tau sama tau soal praktek pat gulipat dimaksud.
Dilingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kab Bogor, LBM alias Anen juga disebut memasukkan jaring kaki dalam proyek kontruksi.
Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan, Anen cukup berpengaruh dalam hal proyek di pemerintah kab. Bogor.
Antara lain yang dia dapat adalah proyek peningkatan jalan kandang roda-pakansari T.A 2021 di Dinas PUPR Kab. Bogor, disebut sumber salah satu paket yang dipunyai oleh Anen. Tapi pelaksana dilapangan tentu saja, bukan atas nama yang bersangkutan.
Anggaran proyek dengan nilai fantastis itu dapat berjalan mulus, ditengah kondisi ekonomi masyarakat yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Sejumlah warga kabupaten Bogor memang banyak membutuhkan bantuan uluran tangan pemerintah.
Nilai proyek ini cukup fantastis, HPS-nya saja Rp 97.845.000.000,- dimenangkan PT Lambok Ulina dengan penawaran Rp 94.639.254.000,- atau 96,7% dari HPS.
Sejak awal penetapan pemenang sejumlah LSM dan wartawan sudah mempertanyakan legal standing dari PT Lambok Ulina. Pasalnya diketahui ada indikasi cacat hukum pada perusahaan tersebut.
Sebab direktur PT Lambok Ulina, Jhon Simbolon, saat itu sudah tersangkut masalah hukum atas perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi pada pekerjaan Proyek UIN Jambi Tahun 2018.
Jejak digital juga menunjukkan pada akhir tahun 2020 perkara yang melibatkan PT Lambok Ulina sudah masuk dalam tahap penuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jambi.
Jika mengacu pada dokumen tender, jadwal pelelangan proyek peningkatan jalan kandang roda-pakansari yang ditayang melalui LPSE Kabupaten Bogor pada bulan Januari 2021, sangat jelas seharusnya PT Lambok Ulina tidak lulus kualifikasi sebab direktur perusahaan status hukumnya sudah menjadi terdakwa.
Sesuai standar dukumen lelang pekerjaan kontruksi, jelas dinyatakan dalam fakta integritas “Perusahaan dan atau/pengurus perusahaan tidak dalam pengawasan pengadilan”
Namun sepertinya hal itu bukan menjadi persoalan, Kepala Dinas PUPR Kab. Bogor selaku KPA dan Pokja Unit Layanan Pengadaan tidak bergeming. Mereka sepertinya sepakat bahwa hal itu tidak dapat menggugurkan PT Lambok Ulina pada proses tender.
Sudah sepatutnya dan sewajarnya, KPK juga turut mendalami sepak terjang LBM pada proyek peningkatan jalan kandang roda–pakansari. [tum]