Wahana News ID I Menurut Mahkamah Konstitusi (MK), sampai sejauh ini proses seleksi yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam menyeleksi hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) masih diperlukan dan sepanjang ada permintaan dari MA.
Mahkamah menilai seleksi calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung oleh Komisi Yudisial harus dilaksanakan secara profesional dan objektif.
Baca Juga:
Puluhan Ribu Massa Pendukung Tumpah Ruah, Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw Kampanye Akbar di Alun-Alun Aimas
Hal itu diungkapkan dalam sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY yang disiarkan secara daring, Rabu (24/11/2021).
"Menimbang bahwa secara konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 telah menentukan desain pengisian Hakim Agung sebagai jabatan atau posisi hakim tertinggi di lingkungan Mahkamah Agung dilakukan oleh Komisi Yudisial," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra, dilansir dari Kompas.com.
Ia melanjutkan, merujuk politik hukum pembentukan UU KY terutama dengan memosisikan hakim ad hoc merupakan hakim di MA, maka proses seleksi hakim ad hoc yang dilakukan KY masih dapat dibenarkan sesuai dengan Pasal 24 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Baca Juga:
Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Abdul Faris Umlati, ARUS Terus Melaju
Selain itu, tambah Saldi, proses seleksi yang dilakukan oleh lembaga independen dan didesain dengan konstitusi tidak bertentangan dengan hak pengakuan jaminan dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di atas menurut mahkamah dalil-dalil pemohon adalah tidak berlasan menurut hukum untuk seluruhnya," jelas dia.
Oleh karena itu, Mahkamah memutuskan untuk menolak uji materi dalam perkara ini yang diajukan oleh seorang dosen bernama Burhanudin.