Wahananews ID | Belakangan pembangunan jalan lingkar Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), tahap 2 menjadi ramai.
Perseteruan antara Pemkab Taput dengan Anton Sihombing mantan anggota DPR RI 3 periode dari partai Golkar, yang juga dikenal sebagai tokoh promotor tinju profesional tersebut, karena menyangkut pembebasan lahan miliknya.
Baca Juga:
Pemkab Taput Gelar Sosialisasi Metadata dan Pembinaan Statistik Sektoral
Anggaran proyek pembangunan jalan lingkar Siborongborong bersumber dari APBN. Tahap ke-1 Tahun Anggaran 2020 senilai Rp 16 miliar dikerjakan PT. Besitang Sejahtera asal Kota Medan, Sumatera Utara dan tahap ke-2 Tahun Anggaran 2021 senilai Rp 47 miliar dikerjakan PT. Citra Prasasti Konsorindo asal Kota Bekasi, Jawa barat.
Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Sumatera Utara. Total panjang jalan yang dibangun tahap-ke-2 kurang lebih 14 Km dengan lebar 13 meter.
Jika menelisik pelaksanaan anggaran tahap ke-2, dapat diartikan proyek tersebut telah mengalami keterlambat pelaksanaan.
Baca Juga:
Sekda Buka Musrenbang Forum Lintas Perangkat Daerah Kabupaten Taput Tahun 2023
Namun apakah sengkarut keterlambatan pekerjaan karena disebabkan adanya sengketa lahan dengan pemilik sebidang tanah yakni Anton Sihombing? media ini belum mendapatkan informasi.
‘Perampasan Tanah’ Anton Sihombing atas nama kepentingan umum?
Dalam dokumen yang diterima media ini, sengkarut pembangunan jalan lingkar Siborongborong antara pemakab Taput dengan Anton Sihombing, disebut karena nilai ganti rugi atas lahan milik Anton Sihombing seluas 1.188 meter persegi yang terletak di desa lobu Seregar II Kecamatan Siborongborong tidak sesuai.
Alhasil, Anton Sihombing pun melakukan perlawanan, dengan memasang tembok di jalan yang hendak dibangun asphalt hotmix.
Kepada awak media Anton Jumat (7/1/2022) mengatakan, tembok yang dia bangun sebagai bentuk protes kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, karena pelepasan lahan miliknya tidak melalui musyawarah dan belum ada kesepakatan.
Namun belakangan diketahui, tembok yang di bangun Anton kini telah dirobohkan Pemkab Taput untuk melanjutkan proyek.
“Iya benar, semalam tembok itu terpaksa kami bongkar,” ujar Kasatpol PP Taput Rudi Sitorus kepada media, Jumat (21/1/2022).
Tak mau kalah, Anton memarkirkan alat berat sejenis trado dan alat berat mini beko loader persis ditempat tembok yang dibongkar.
Sebelumnya diketahui, pada 30 Januri 2020 Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan telah membuat pernyataan bahwa lahan pembuatan jalan lingkar Siborongborong telah disiapkan, dalam rangka persiapan pelaksanaan pembangunan paket KSPN Danau Toba tahun 2020 khususnya paket jalan nasional.
Mengetahui persoalan ganti rugi tanah terhadap Anton Sihombing ‘alot’, Pemkab Taput mengajukan permohonan penitipan uang ganti rugi kepada Pengadilan Tapanuli Utara, yang dianggarkan pada tahun 2021 lalu.
Pada putusan penetapan pengadilan negeri Tapanuli Utara no: 1/pdt.P-kons/2021/PN Trt, menyatakan,
“Sah dan berharga penitipan ganti kerugian sejumlah Rp. 1.108.780.525.00,- atas tanah seluas 3.025 meter persegi sebagai bagian dari tanah yang tercatat dalam SHM no. 324 atas nama Dr. Capt. Anton Sihombing yang terletak di Desa Lobu Siregar II, Kecamatan Siborongborong Kab. Tapanuli Utara, dan tanah seluas 1.168 meter persegi sebagian dari SHM No. 325 atas nama Dr. Capt. Anton Sihombing,”
“Memerintahkan Panitera untuk melakukan penyimpanan uang ganti kerugian dan memberitahukannya kepada para pihak dalam gugatan perkara perdata no 94/Pdt.G/2020/PN Trt.”
Benarkah Anton Sihombing Menghambat Pembangunan?
Kepada awak media, Anton Sihombing membantah bahwa dirinya menghambat pembangunan.
Namun dia menyebut proses ganti rugi untuk lahan kepentingan umum, tidak dijalankan Pemerintah Kabupaten Taput dengan benar sesuai perintah Peraturan Pemerintah (PP) No 19 tahun 2021 tentang ganti rugi/untung lahan warga yang terkena dampak pembangunan untuk kepentingan umum.
"Terkait tembok satu meter tinggi yang saya bangun diatas tanah milik saya yang terkena imbas pembangunan ring road adalah bentuk protes saya terhadap pembangunan, sebab belum ada kesepakatan saya dengan Pemkab Taput untuk pelepasan dan sebagian tanah saya yang lain masih status ada menggugat kepemilikan,”
“Apa dasar hukum pemkab Taput menitipkan dana ganti rugi/untung milik saya di PN Tarutung dan mengapa ganti rugi/untung milik warga lainnya tidak dianggarkan sesuai PP 19 Tahun 2021,”
“Saya tegaskan disini tidak ada niat memprovokasi dan menghambat pembangunan jalan ring road tersebut melainkan saya telah mendukung, asal sesuai PP 19 Tahun 2021 tentang wajib ganti rugi/untung lahan yang berdampak pembangunan kepentingan umum," tegas Anton kepada awak media, beberapa waktu lalu.
Sekda Taput Sebut Tidak Ada Masalah
Hal berbeda diungkapkan Sekda Kabupaten Tapanuli Utara, Indra Sahat Simaremare. Kepada media disebutkan, ketika uang sudah dititipkan di Pengadilan Negeri (PN) berarti tidak ada masalah.
”Sebenarnya tidak ada masalah. Ketika uang sudah dititipkan di PN konsinyasi namanya. Berarti pemkab sudah mengeluarkan uang untuk membeli tanah itu. Berarti tanah sudah milik pemkab Taput, ” kata Indra Simaremare kepada wartawan, Rabu (12/1/2022).
Kenapa uang kita titipkan di pengadilan hingga dua kali, karena tanah milik pak Anton Sihombing dari 5 persil ada yang menggugat.
Pertama, tanah milik beliau tiga persil bersengketa. Otomatis kita titipkan karena kita tidak tau siapa pemilik yang sebenarnya.
Kedua, ada tanah pak Anton yang utuh dan tidak digugat, itulah yang dua persil. Lalu kita menjumpai pak Anton, inilah hasil penilaian tim appraisal yang harus dibayarkan sesuai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
“Pada saat itu beliau menolak harganya. Kerena sesuai ketentuan, apabila menolak maka kita titipkanlah di pengadilan,” terang Indra.
Pemkab Taput Dinilai Berlindung Dibalik Kepentingan Umum?
Sejumlah aktivis LSM di Tapanuli Utara, menilai bahwasanya polemik yang terjadi pada lahan yang akan dibangun, jalan lingkar (ring road) Siborongborong, karena kurangnya komunikasi yang baik dengan para pemilik lahan, termasuk kepada pemilik sebidang tanah Dr. Capt. Anton Sihombing.
“Pemkab Taput sepertinya berlindung dibalik undang-undang, atas nama kepentingan umum. Sehingga tidak menjalin komunikasi dengan baik kepada pemilik lahan,”
“Seandainya pemerintah menjalankan komunikasi yang baik, mungkin ceritanya akan lain,” kata Tonni Pakpahan, Wakil Ketua Tim Investigasi LSM Gerakan Manifestasi Rakyat (GAMITRA) wilayah Sumut.
Akibatnya, kata dia, warga yang dari awal sudah mengikhlaskan tanahnya untuk tidak dibebankan ganti rugi, saat ini jadi ada yang keberatan bahkan menuntut adanya ganti untung.
Artinya telah terjadi ketidakadilan. Ada yang dibayar ganti untung, ada juga yang tidak dibayar sama sekali.
“Jadi pada prinsipnya jika pembebasan lahan dilakukan sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2021, hal-hal seperti ini tidak perlu terjadi,” kata Tonni. [tum]