Laju inflasi tersebut menjadi laju tertinggi sejak 2014. Pada 2014, angka inflasi menembus 8,36%.
Sementara itu, pada Minggu pagi waktu setempat (01/01/2023), Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva memberikan peringatan bahwa tahun ini akan menjadi tahun yang sulit karena AS, Eropa dan China akan mengalami aktivitas perekonomian yang melemah.
Baca Juga:
Tanggapan Airlangga Hartarto soal Rencana Menkeu Redenominasi Rupiah
Ketiga negara tersebut merupakan mesin utama pertumbuhan ekonomi global. Sehingga jika perekonomiannya melemah, tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara lainnya.
Pada Oktober silam, IMF bahkan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023, menunjukkan hambatan yang terus berlanjut dari perang di Ukraina serta tekanan inflasi dan suku bunga tinggi.
Indeks dolar AS yang terkoreksi di pasar spot, membuka peluang penguatan mata uang di Asia. Mayoritas mata uang di Asia sukses menguat, di mana yuan China memimpin penguatan sebesar 0,94% terhadap dolar AS.
Baca Juga:
Pemerintah Terbitkan Surat Utang Global Dua Mata Uang Asing, Raup Rp30,63 Triliun
Kemudian, disusul oleh ringgit Malaysia dan rupee India terapresiasi masing-masing sebesar 0,45% da 0,18% di hadapan si greenback.
Namun, baht Thailand stagnan dan dolar Taiwan melemah 0,36% di hadapan dolar AS.[zbr]