Informasi yang dihimpun wartawan dari berbagai sumber, taipan satu ini justru tidak memakai badan usaha atau perusahaannya sendiri dalam mengerjakan proyek-proyek pemerintah yang ‘jatuh ketangannya.’
Istilah dalam dunia kontaktor lajim disebut ‘pinjam perusahaan,’ alias bayar sukses fee. Pemilik perusahaan cukup dibayar dengan fee sesuai kesepaktan saat meminjam.
Baca Juga:
Sidang Kasus Suap Ade Yasin, Aliansi Indonesia Sebut Integritas KPK Dipertaruhkan
Walaupun sebenarnya bentuk pinjam-meminjam perusahaan seperti ini, tidak dikenal dalam peraturan pemerintah tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Sebab hal itu merupakan bentuk penipuan atau mal administrasi. Ibarat kata, yang tanda tangan siapa, yang menang perusahaan siapa, yang kerja siapa dan yang dapat untung siap.
Seringkali praktik ini dibungkus agar seolah-olah menjadi legal dan sah secara hukum dengan membuat perjanjian perdata, berbentuk akta notaris penunjukan kuasa pelaksanaan pekerjaan.
Baca Juga:
Lai Bui Min, Penyuap Wali Kota Bekasi Dijebloskan ke Lapas Sukamiskin
Dalam akta itu, direktur perusahaan atau si yang punya membuat frasa kata-kata “memberikan kuasa penuh” kepada si pemakai dalam melaksanakan pekerjaan proyek, termasuk dalam hal pengurusan tagihan keuangan.
Dalam hal ini, KPA dan PPK apalagi kontraktor sudah masuk dalam lingkup “rekanan binaan” pastilah TST alias tau sama tau soal praktek pat gulipat dimaksud.
Dilingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kab Bogor, LBM alias Anen juga disebut memasukkan jaring kaki dalam proyek kontruksi.